SURAKARTA-Pajak Bumi dan Banungan (PBB) merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan untuk sector pedesaan dan perkotaan.

Kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usasha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Karena Kota Solo merupakan kawasan usaha dan pemukiman yang cukup besar, penetapan besaran PBB didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Adanya kesenjangan cukup tinggi antara nilai jual tanah maupun bangunan dipasaran dengan NJOP, mendorong Pemkot Surakarta menaikkan NJOP PBB.

Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo mengatakan, kebijakan ini salah satunya agar masyarakat ikut merasa memiliki Kota Solo. Selain itu, dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD) Kota Solo. Dengan begitu, pemenuhan fasilitas public yang semakin lengkap dapat cepat terpenuhi.

“Kenaikan NJOP ini sekali lagi guna memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Solo. NJOP naik, PAD naik, maka pemerataan pembangunan juga lebih cepat terealisasi. Namun, jika masih ada masyarakat yang merasa keberatan, silahkan dating ke kami untuk mencari solusi yang lebih objektif. Harapannya, masyarakat bisa memahami ini,” urai Wali Kota.

Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Yosca Herman Soedrajad mengatakan kebijakan ini dalam rangka meningkatkan PAD guna membangun Kota Solo untuk lebih baik dan sejahtera.

“Dengan PAD yang naik, visi pemerintah dalam mewujudkan Kota Solo sebagai kota budaya, mandiri, maju dan sejahtera akan lebih mudah terealisasi. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang waras, wasis, wareg, mapan, dan papan.” Jelasnya.

Kepala Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi BPPKAD Kota Surakarta Windy Satriawan menjelaskan, selain ada kesenjangan harga pasar dengan NJOP, serta untuk menambah PAD Kota Solo, selama ini NJOP PBB tidak mengalami kenaikan selama bertahun-tahun.

Padahal nilai jual dari bumi dan/atau bangunan semakin tinggi. Sebagai contoh, dipasaran, nilai tanah dan bangunan kawasan Jalan Slamet Riyadi sudah mencapai Rp 50 juta per meter, sedangkan NJOP masih pada angka Rp 10 juta per meter persegi.

Kemudian di kawasan Jebres, harga tanah dan bangunan di pasaran mencapai Rp 2 juta per meter persegi, sedangkan NJOP hanya Rp 600 – Rp 700 ribu per meter persegi.

Dengan naiknya NJOP PBB sebanyak lima tingkat, imbuh Windy, maka setidaknya NJOP mendekati harga pasar. Sebagai contoh NJOP PBB di Kawasan Jalan Slamet Riyadi menjadi Rp 30 juta per meter persegi (tergantung tata letaknya), sedangkan kawasan Jebres NJOP PBB menjadi Rp 1,2 juta per meter persegi (tergantung tata letaknya).

Anggaran pembangunan kota yang menggunakan PAD tenu akan terbantu dengan naiknya NJOP PBB. Masyarakat juga dapat merasakan dampak positifnya.

“untuk system pembayaran PBB kita sudah bekerja sama dengan Bank Jateng, BNI, dan Bank Mandiri. Sehingga masyarakat semakin banyak pilihan,” terangnya.

Alternatif pembayaran PBB lainnya adalah lewat aplikasi Solo Destination. Yakni dengan memilih transaksi pembayaran PBB, kemudian masukkan Nomor Objek Pajak (NOP). Kemudian akan tertera daftar tahun berapa saja PBB yang belum terbayarkan.

Yang lebih menggembirakan, BPPKAD mengadakan undian bagi wajib pajak yang akan membayarkan pajak sebelum jatuh tempo. Undian akan dilaksanakan awal Mei memperebutkan hadiah sepeda motor, kulkas, dan lainnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *